Khamis, 23 Januari 2014

SINABUNG WAHAI SINABUNG.

Sinabung yang punya cerita, jauh di sana ,dingin tempatnya, bersama sahabat sebaya hampir 30 tahun dulu lamanya, dari bukit ke bukit aku melihatnya, terpanggil untuk mencuitnya, setelah aku tersentak dari batuknya, yang tidak henti menyembur virusnya. Wahai gunung indah, hari ini hari jumaat pernuh rahmat dan berkat, tadi malam kau menyembur lagi muntah mu sejauh 3.3 km yang membikin ramai warga mengungsi.
Presiden mu sinambung pun berkunjung, berada dalam sebuah tenda putih, menyaksikan rakyat dalam kehidupan jerih. Sungguh payah warga berusah,tika muntah mu tak mahu berhenti, asap  mu berlari lari ,kini sempat kau singgah di kota medan ini, Seluruh warga
Terbatuk sama terbatuk dari terbatuk mu
seluruh warga tercium harum mu
seperti belerang dan api
warga berbaur harum yang hangit, menjengkit dan melekit
Seluruh warga memandang dalam resah
sedang mata mereka perit dan merah
seeperti merah memancar dari puncak
hingga ke lembah,
Aku sedang hadir pada dada mu sinabung
Aku melihat dari dekat dalam diri mu
100 tahun kau tidur berdengkur
400 tahun kau tidur yang membujur
dan kini sudah lewat hampir 500 tahun
hadiah apa yang akan kau bawa
dari utara sumatera yang kian derita
ada apa yang hendak di kabarkan
sedangkan kedengaran anak menangis berterusan
Ibu Ibu dan bapak bapak, nenek nenek dan kakek kakek,
Adik ada dan abang abang,
salah siapa
di puncak sana
di lereng menujunya
ada rumah rumah bahagia
sudah lupa pada pesan Tuhan
tingkat demi tingkat
terjulur dan terlunjur
gadis gadis kecil, omak omakk ,kakak
gadis pingitan, jejak idaman
sedang bercengkrama dalam hawa dingin
yang berubah panas, dan sinambung
seperti sedang membalas
Namun di sana ada juga tanngan tangan yang sedang mengangkat
Ya tuhan kami!
Janganlah kau seksa kami
Janganlah kau tampilkan azab ini
Ya tuhan kami ,kami insaf
dan kembali kepada mu
dalam jalur putih pesan mu
dan kami cuci tangan kotor ini, agar sinabung berhenti dari bunyi
dan menelan pusaka nenek moyang kami.........dan tiba tiba
angin membawa kepanasan dari sinambung
menerobos kota Medan, yang edan dan kosmopolitan
di kali kemegahan dan kesiksaan,
dari ketinggalan menuju kemajuan
dari kapatalis yang berjinjing dengan keuntungan
juga terikat kepada debu yang berterbangan
dalam diam demam
dalam demam terangkum saraf yang bertutur
aku sedang sakit
cukup....sinabung
di sana, jangan di sini
namun siapa tahu tentera tuhan sedang berkerja
dari Tanah,Air,api dan Anginnya.
tidakkah kita melihatnya
dan merasanya
wahai sinabung.

Tiada ulasan:

Catat Ulasan